Monday, October 3, 2016

Membuat KTP DKI Jakarta

Saya sebetulnya sudah lama tinggal di Jakarta karena bekerja, cuma karena belum menikah jadinya selama ini ngikut Kartu Keluarga (KK) orang tua. Dari Solo pindah ke Kabupaten Bogor dan pindah lagi ke Blora. Tiga tahun yang lalu sebetulnya orang tua pindah lagi ke Solo, tapi karena KTP mereka sudah ada tulisannya 'Seumur Hidup' jadi ayah saya males ngurus tetek bengek surat-surat perpindahan. Soal BPJS, kata ayah bisa dibantu dibuatkan surat keterangan dari RT, jadi biar sajalah pakai status warga Blora saja.

Saya sudah rekam data e-KTP empat tahun yang lalu di Blora. Karena saya bekerja di Jakarta, jadi perekaman data tersebut saya lakukan sewaktu libur lebaran. Beberapa bulan kemudian sewaktu saya pulang Blora karena libur Natal, saya tanyakan ke kelurahan dan kecamatan, katanya belum jadi. Bahkan yang rekam data sebelum saya pun belum jadi juga. Setelah itu orang tua pindah rumah ke Tangerang dulu lalu pindah lagi ke Solo, jadi saya tidak tahu jadinya bagaimana e-KTP saya itu, apakah akhirnya jadi atau tidak.

Karena KTP saya masih belum e-KTP, tahun ini masa berlakunya habis. Status saya masih terdaftar jadi warga Blora, tapi orang tua ada di Solo, jadi saya kesulitan mengurus KTP yang baru. Mau menanyakan soal e-KTP pun susah juga. Akhirnya saya putuskan pindah saja ke Jakarta. Pindah seorang diri.

Saya meminta tolong orang untuk mengurus dokumen surat pindah dari Blora. Sempat kuatir juga kalau perlu bikin SKCK, tapi ternyata tidak. Kemendagri sekarang kan sudah punya data sidik jari penduduk, jadi saya pikir masuk akal juga kalau tidak diminta bikin SKCK. Untuk dokumen dari daerah asal ini saya keluar uang Rp 250.000,- sudah termasuk ongkir dokumen dari Blora ke Jakarta pakai JNE. Sekitar 2 mingguan, dokumennya jadi.

Lalu saya tanya ke paman saya di sini yang pernah jadi pengurus RT/RW, katanya saya perlu bikin surat pengantar RT/RW. Jadi pergilah saya ke rumah Pak RT. Saya ketok-ketok pagar rumahnya agak lama, lalu dikasih tahu orang bahwa rumah itu kosong. Orangnya sakit stroke. Saya tanya tetangga, ternyata dia juga pernah ke rumah Pak RT, ngetok pagar, tidak dibukain pintu juga. Saya pertimbangkan apakah mau minta tolong hansip saja, karena beberapa hari lagi awal bulan, hansipnya bakal datang nagih iuran bulanan.

Besoknya ketemu paman saya yang lain, bekas pengurus RT/RW juga. Katanya dia kenal Pak RW di lingkungan saya karena mereka berdua berasal dari daerah yang sama. Kami berdua pun ke sana dan tidak ketemu karena Pak RW sedang terapi (gejala stroke juga). Sorenya saya paranin lagi rumahnya dan tidak ketemu lagi karena Pak RW sedang nengok pabriknya di Tangerang. Besoknya saya ke rumah Pak RW lagi dan tidak ketemu lagi karena sedang ke Tangerang lagi. Besoknya lagi saya ke rumah Pak RW lagi dan ketemu satu warga lain yang juga perlu ketemu Pak RW --> paling tidak beliau ada di rumah. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya ketemu juga dan saya utarakan kesulitan saya menemui Pak RT. Oleh Pak RW disuruh menemui sekretaris RT, dikasih ancer-ancer rumahnya dan nomor telepon. Tadinya mau dibantu telepon, tapi karena dekat dan saya sungkan Pak RW ngabisin pulsanya buat saya, saya bilang tidak usah ditelepon dan saya langsung samperin saja.

Setelah nanya sana-sini - karena sekretaris RT tinggalnya di rumah petak, akhirnya ketemu juga rumahnya. Orangnya pas ada dan langsung membuatkan surat pengantar. Beliau bahwa menanyakan, apakah saya mau mengurus sendiri atau dibantu pengurusannya. Saya pertimbangkan sebentar lalu saya putuskan untuk mengurus sendiri karena dengar-dengar katanya sekarang mengurus dokumen di Jakarta mudah. Saya mau coba dulu mengurus sendiri, nanti kalau ada kesulitan baru pakai jasa orang. Dari sekretaris RT, saya langsung balik ke tempat Pak RW, mumpung orangnya ada, untuk minta cap. Di tempat RT/RW ini saya hanya keluar uang suka rela, jadi tidak saya tulis jumlahnya, namanya juga suka rela. [Sama teman kantor sudah diwanti-wanti sebelumnya, jangan lupa kasih uang rokok di tempat RT/RW.]

Oh ya, sama sekretaris RT diberi tahu bahwa saya harus punya KK penjamin. Penjamin harus tinggal di kelurahan yang sama dengan tempat saya mengajukan. Jadi saya pinjam salah satu KK paman saya.

Setelah dapat surat pengantar RT/RW saya ijin sama bos untuk ke kantor kelurahan. Di kelurahan dikasih formulir 'Formulir Permohonan Pindah Datang WNI' dan disuruh isi. Berkas-berkas saya serahkan semua. Sama petugasnya disuruh balik lagi besoknya karena Pak Lurahnya sedang tidak ada di tempat. Kebetulan besok hari Selasa dan saya harus jaga kantor sampai paling tidak jam 10.30 pagi, kalau habis itu ke kelurahan sudah kesiangan. Jadi hari Rabu saya baru ke kelurahan lagi ambil berkas. Dari kelurahan saya disuruh ke Sudin Dukcapil di Meruya.

Dari tempat saya ke Meruya lumayan jauh juga dan saya juga tidak hapal jalan, jadi saya pesan ojek online. Sempat salah pesan yang antaran paket, kata mas ojeknya harganya lebih mahal; tapi kalau saya batalin lalu pesan lagi jangan-jangan mas-nya ganti juga... Tidak enak kan wong orangnya sudah datang, lagian itu salah saya. Jadi tetap berangkat. Masih untung mas-nya mau bawa saya, yang bobotnya lebih dari 7 kg.

Sampai Dukcapil, nanya ke informasi dan diberitahu saya harus ke loket 4 yang judulnya 'Pendatang Baru'. Untung tidak ada antrian. Setelah berkas saya diperiksa, diberi tahu petugasnya bahwa formulir dari kelurahan itu ada kekurangan, yaitu petugas registrasinya belum tanda tangan. Konyol juga sih. Tapi saya maklum karena saya kadang melakukan kesalahan juga di pekerjaan. Yang penting bisa diperbaiki. Selain kekurangan tersebut, di Dukcapil saya diberi satu lembar formulir yang judulnya 'Surat Pernyataan Jaminan Tempat Tinggal Penduduk WNI' yang harus diisi.

Pulang dari Dukcapil, saya naik kendaraan umum. Saya untung-untungan saja jalan ke arah tempat saya datang tadi dan setelah menunggu sebentar ada angkot merah no.10 lewat. Saya langsung naik dan bilang ke supir bahwa saya mau ke Grogol, enaknya turun di mana? Kata supir, angkotnya habis di Taman Kota Daan Mogot. Jadi saya naik sampai tujuan akhir, lalu ganti naik TransJakarta ke Grogol lalu transit arah Pluit dan turun di Season City.

Lalu siang itu juga saya ke kelurahan lagi dan karena petugas registrasi yang harus tanda tangan sedang ke kecamatan, berkasnya saya tinggal dulu dan akan saya ambil besok paginya.Sementara itu saya mengisi formulir 'Surat Pernyataan Jaminan Tempat Tinggal Penduduk WNI' lalu minta tanda tangan paman saya yang jadi penjamin (yang saya pinjam KK-nya).

Esok paginya saya ke kelurahan lagi untuk ambil berkas. Sempat ditanya juga oleh petugas registrasi yang seharusnya tanda tangan itu, kenapa belum ada tanda tangannya kok sudah ke Dukcapil... Saya jawah, saya kan tidak tahu. Saya kira memang bagian itu kosong dan akan diisi petugas di Dukcapil.

Dari kelurahan, saya langsung ke Dukcapil lagi. Kali ini diantar kurir kantor yang kebetulan sedang menganggur, tentu saja dengan ijin bos. Jalur yang ditempuh teman saya ini saya lihat lebih dekat daripada yang ditempuh tukang ojek online lalu. Kali ini di Dukcapil, yang tetap tidak antri, berkas diperiksa sebentar dan sudah OK dan disuruh balik 14 hari kerja lagi.

Dua puluh lima hari kemudian saya balik ke Dukcapil dan kali ini ada antrian yang lumayan banyak. Antriannya tidak panjang karena memang model antriannya tidak teratur. Pokoknya berkas taruh di meja petugas lalu tunggu sampai nama dipanggil. Mungkin karena takut tidak dengar kalau namanya dipanggil, jadi banyak orang, termasuk saya, berkerumun di sekitar meja sang petugas. Sialnya, karena saya datangnya agak siang - tadinya saya ijin bos mau berangkat jam 9 pagi naik ojek online, tapi sama bos disuruh tunggu kurir kantor yang sedang disuruh ke bank, jadinya jam 10 lebih baru berangkat [di kantor saya memang sibuk kalau pagi, biasanya saya bisa pergi setelah rutinitas saya selesai. Jadi ingat kisah Cinderella yang tidak boleh berangkat ke pesta kalau pekerjaannya belum selesai.] - sehingga setelah menunggu sekitar 1 jam, giliran saya masih belum tiba juga dan malah kena jam istirahat. Jadinya harus menunggu selama 1 jam. Selama itu saya duduk di dalam kantor Dukcapil dan menguping pembicaraan orang. Ada yang datanya dobel, ada yang salah data, dll. Sebetulnya tepat sebelum istirahat itu, berkas saya sudah dipegang petugasnya. Berkas itu disisihkan ke samping dan harusnya ditangani oleh siswa yang sedang PKL di situ. Cuma karena sudah hampir jam istirahat, saya lihat siswa tersebut sedang ngobrol sama temannya. Saya pingin manggil sebetulnya, tapi akhirnya tidak jadi. Petugasnya sendiri saya lihat memang cukup kerepotan juga karena berkas-berkas yang di depannya memang lumayan menggunung. Habis istirahat, nama sayalah yang pertama kali dipanggil. Saya dapat selembar dokumen yang judulnya 'Surat Keterangan Datang WNI Antar Provinsi'. Petugasnya pesan bahwa saya harus ke kelurahan lagi.

Dari Dukcapil ini saya langsung menuju kelurahan. Setelah melapor ke petugas, langsung dikasih nomor antrian. Karena saya datangnya siang sekitar jam 2, dapat nomor antrian 177. Jadi saya pulang dulu (lagipula belum makan siang) dan besoknya saja ke kelurahan lagi. [Tadinya saya pikir berkas itu cuma ditinggal saja, eh ternyata disuruh antri.]

Esok paginya sekitar jam 9 pagi, setelah pekerjaan beres, saya ijin sama bos untuk ke kelurahan. Langsung ambil nomor antrian dan dapat nomor 21. Setelah menunggu sekitar satu jam, giliran saya tiba. Ditanya sama petugas yang ngrekam data, mau gabung KK dengan penjamin atau bikin KK sendiri. Saya minta KK sendiri karena rumahnya toh lain. Lalu saya diminta untuk memfotokopi berkas saya sebanyak 2 rangkap. Saya pergi fotokopi lalu langsung masuk lagi (tidak usah antri) dan langsung diproses. Saya bilang saya sudah pernah rekam data, dan dicari, dan ketemu datanya. Jadi tidak usah foto dan rekam sidik jari dan mata lagi. Kata petugasnya lusa KK sudah jadi, kalau e-KTP saya harus tanya petugas di depan. Mungkin karena e-KTP jadinya lama jadi dia tidak mau tanggung jawab, daripada diomeli orang banyak.

Lusa itu berarti Jumat, tapi Seninnya saya baru balik ke kelurahan lagi. Alhasil KK saya masih belum jadi. Sama petugas di depan saya disuruh tanya ke petugas rekam data yang janji sama saya itu. Ternyata jawab petugas rekam data, blangkonya tinggal 2 jadi dia tidak berani cetak. Emang sih, saya lihat memang hanya ada 2 lembar blanko KK di printernya.

Sekalian saya tanya ke petugas di depan kapan e-KTP saya jadi. Dijawab awal tahun depan. Jadi waktunya sekitar tiga bulan. Semoga dalam kurun waktu ini kartu ATM saya tidak tertelan. Yang jelas saya tidak bisa beli tiket kereta api sampai KTP saya jadi.

Kenapa ya tinggal nge-print saja lama sekali. Saya heran kenapa Mendagri minta supaya Dukcapil/kelurahan/kecamatan mengajukan dulu jumlah blanko yang diperlukan. Kalau begitu caranya ya selamanya tidak bisa langsung jadi.

Kebetulan saya tinggal di kantor, jadi lumayan dekat kantor kelurahannya. Jadi saya kalau ijin sama bos, tidak lama perginya. Coba kalau saya bikin e-KTP di Kabupaten Tangerang --> karena saya sedang nyicil rumah di sana. Berapa hari saya mesti ijin tidak masuk kantor? Ujung-ujungnya ya bayar biro jasa lagi.

Tapi paling tidak selain wira-wiri berkali-kali yang belum ada hasilnya, saya tidak keluar uang sepeser pun. Sepeda motor yang dipakai bolak-balik ke kelurahan pun hasil pinjam karena memang saya tidak punya kendaraan pribadi.

Saya ada kenal 1 tukang yang tidak punya KTP. Tahun lalu waktu anaknya mau menikah, dia perlu punya KTP. Lalu dia ijin sama bos-nya pergi ke Kabupaten Bogor untuk bikin surat pindah, untuk keperluan mengurus bikin KTP Jakarta. Tentu saja dia pulang dengan tangan kosong. Akhirnya sampai sekarang dia tidak punya KTP. Waktu itu ditawarin untuk mengurus tapi bayar 1 juta. Kalau buat dia sih, lebih baik tidak punya KTP daripada harus keluar uang segitu. Masuk akal juga harus bayar segitu karena memang harus sering bolak-balik sih ya.

Kalau bisa ngurus surat pindah di daerah asal dalam 1 hari dan di daerah kedatangan mengurusnya selesai 1 hari juga, bolehlah. Kita yang karyawan kerja sama orang ini jadi tidak rikuh ijin bolak-balik cuma ngurus bikin KTP doang.

Update: Hari ini 5 Januari 2017 coba ke kelurahan nanyain apa KTP saya sudah jadi. Ternyata belum dan disuruh tanya lagi bulan April nanti.... Iki megawe opo....

Update: Setelah bolak-balik tiap beberapa bulan sekali nanyain ke kelurahan, akhirnya hari ini 6 Juni 2018 waktu saya tanyakan eKTP saya sudah jadi. Lega rasanya. Tanggal cetaknya 14 Mei 2018, jadi dicetak dalam 2 hari kerja setelah terakhir saya ke kelurahan tanggal 9 Mei lalu.

No comments:

Post a Comment